KKOMPAS.com - Sisa hasil
pertanian merupakan bahan bagus untuk membuat pupuk organik. SMK Negeri 2
Metro, Lampung, yang jeli melihat peluang ini, membuat mesin pencacah sampah
dan alat pembuat kompos untuk memanfaatkan sampah organik sisa panen. Mesin
pencacah sampah berkapasitas 5 kuintal per jam yang digerakkan listrik membuat
batang padi, sayuran tak terpakai, hingga batang jagung, baik basah maupun
kering, terpotong kecil-kecil. Sampah organik yang sudah dicacah ini
dipindahkan ke alat pembuat kompos sederhana yang dimodifikasi dari tong
plastik berkapasitas 100 liter. Dengan mesin pencacah sampah dan alat pembuat
kompos, siswa SMKN 2 Metro tidak lagi memikirkan pembuangan sisa hasil panen di
lahan sekolah dan lahan khusus budidaya. Pembuatan kompos menjadi lebih cepat,
yang hasilnya bisa dipakai untuk menyuburkan lahan pertanian yang dimiliki
sekolah ataupun untuk dijual. Alat tersebut dibuat guru dan siswa dari program keahlian
mekanisasi pertanian. Kini, mesin pencacah sampah yang sudah ada hendak
dimodifikasi. Modifikasi bertujuan agar mesin pencacah yang menggunakan listrik
berkapasitas 1.300 watt bisa menggunakan mesin diesel. Dengan demikian, ada
pilihan jika mesin pencacah hendak dipakai di area pertanian yang tidak ada
listrik. Sugiyantopo, Wakil Kepala SMKN 2 Metro Bidang Hubungan Kerja Sama
Industri dan Hubungan Masyarakat, mengatakan, mesin pencacah sampah sebenarnya
sudah dibuat lama. Pengembangan baru adalah modifikasi alat pembuat kompos.
”Pemerintah Kota Metro merespons karya siswa kami dengan memesan 10 alat
pembuat kompos. Nanti akan dibuat percontohan untuk pengolahan sampah organik,
baik di pertanian, perumahan, maupun perkantoran,” kata Sugiyantopo. Bambang
Miswanto, Ketua Program Keahlian Mekanisasi Pertanian, mengatakan, awalnya
pembuatan kompos di lingkungan sekolah dilaksanakan secara manual, yakni di
dalam bak. Namun, cara ini tidak efektif dan memakan waktu lama. Sekolah pun
berinisiatif membuat alat pembuat kompos yang lebih mudah dipakai. Siswa diajak
bergabung dalam tim untuk memikirkan desain alat pembuat kompos. Alat pembuat
kompos yang sederhana pun berhasil diciptakan. Alat pembuat kompos terbuat dari
tong plastik berukuran 100 liter itu di pasaran dijual Rp 125.000. Di bagian
tengah tong dibuat semacam pintu kecil yang bisa dibuka dan ditutup dengan
sedikit celah. Pintu kecil ini dipasangi engsel berukuran kecil. Adapun di
bagian penutup tong diberi alat pemutar yang bisa menggerakkan tong. Dengan
adanya alat pemutar, pengadukan sampah organik yang diberi bibit bakteri EM4
tidak perlu lagi dilakukan secara manual. Tong disangga dengan pelat strip
sebagai dudukan sehingga memudahkan pemutaran tong hingga 360 derajat.
Pengadukan bertujuan mempercepat matangnya kompos. Alat pertanian lain produksi
SMKN 2 Metro adalah mesin perontok jagung, mesin pembuat tapioka, dan mesin
perontok padi. ”Pembuatan alat untuk pascapanen memang masih sederhana. Kami
berharap ke depan bisa terus berkembang,” kata Sugiyantopo. Mengolah hasil
pertanian Tidak hanya menjadi ahli pembuat alat pendukung produktivitas
pertanian yang tepat guna, siswa juga didorong menjadi ahli pengolah hasil
pertanian. Keahlian ini dibutuhkan untuk membuat hasil pertanian, terutama
produk unggulan di daerah, bernilai jual lebih tinggi. Kreativitas mengolah
hasil pertanian siswa SMKN 2 Metro setidaknya ditunjukkan di ajang prestasi
lomba keterampilan siswa SMK tingkat nasional. Pada kurun 2006-2011, siswa
mampu menunjukkan prestasi sebagai juara I, II, III, dan IV tingkat nasional.
Para siswa membuat kue blackforest dengan bahan jagung yang banyak ditemui di
daerah ini. Pernah juga siswa berkreasi memanfaatkan suweg (semacam
umbi-umbian) untuk dibuat menjadi tepung sebagai bahan membuat kue blackforest.
Sugiyantopo memaparkan, untuk program keahlian teknologi pengolahan hasil
pertanian, 20 persen lulusan SMK di sekolah yang berstatus rintisan sekolah
bertaraf internasional (RSBI) sejak 2006 ini bisa berwirausaha. Permintaan
tenaga kerja di perusahaan tata boga hingga pabrik roti juga cukup tinggi.
Peningkatan produk olahan hasil pertanian dan perikanan di sekolah ini juga
akan dikembangkan. Sekolah berencana menyediakan mesin penggiling daging untuk
membuat nugget. Keterampilan siswa mengolah makanan dari produk pertanian sudah
dimanfaatkan masyarakat dan instansi pemerintah setempat. Permintaan yang rutin
adalah membuat susu kedelai dan roti untuk orang lanjut usia (lansia) yang
diajak dalam program senam lansia. Pembuatan susu kedelai yang dikemas dalam
gelas plastik dan diberi merek susu kedelai esemka cukup laris. Harga jualnya
Rp 1.000 per gelas. Produk lain adalah tinta untuk spidol papan tulis
(whiteboard). Produksi yang sudah berjalan dua tahun ini dilakukan siswa dengan
program keahlian kimia industri. Tinta bermerek Star Ink yang diproduksi siswa
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan sekolah mitra. Spidol lebih
cepat kering dan harganya lebih murah, yakni Rp 9.000, sedangkan di pasaran
mencapai Rp 12.000. Kreativitas menghasilkan produk yang dilakukan siswa kimia
industri pernah mengantarkan sekolah ini menjadi juara 3 dan 4 untuk Lomba
Teknologi Terapan yang dilaksanakan Bappeda Provinsi Lampung. Siswa
memanfaatkan sisa biodiesel dari tanaman jarak untuk dibuat menjadi surfaktan (bahan
pembuat sabun). Siswa juga membuat sabun cuci cair yang ramah lingkungan
menggunakan ekstrak daun sirih. Selain untuk memberi aroma, daun sirih juga
berfungsi untuk desinfektan (penghilang kuman). Bercocok tanam Sebagai sekolah
pertanian, keahlian bercocok tanam tidak dilupakan. Di lahan sekolah, siswa
menanam bunga kol, seledri, dan tanaman hias. Di lahan khusus budidaya, ada
tanaman buah naga, semangka, jagung, singkong, hingga padi. ”Jika panen
melimpah, kami minta siswa untuk bisa menjual. Terserah menjual ke mana, ke
teman, keluarga, atau pasar. Jadi, siswa bisa belajar dari memproduksi sampai
menjual,” kata Sutarman, Kepala SMKN 2 Metro. Keahlian lain adalah agrobisnis
perikanan dan ternak unggas. Di kedua bidang ini, sekolah bekerja sama dengan perusahaan
yang melibatkan siswa dalam rangka peningkatan kompetensi. Menurut Sutarman,
meski permintaan tenaga kerja di bidang pertanian meningkat, sekolah juga
mempersiapkan siswa untuk mandiri.
sumber
:http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/03/11585030/Pencacah.Sampah.Sisa.Hasil.Pertanian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar